Senin, 20 Juni 2022

PASANGAN NADIA-ALEX, HARAPAN BARU HIMADIKBIO Citrus nobilis

 

Sebagai organisasi yang memiliki latar belakang pendidikan, HIMADIKBIO (Himpunan Mahasiswa Pendidikan Biologi) Citrus nobilis INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA (IPI) Garut siap berbenah dengan mengembalikan semangat organisasi Mahasiswa Pendidikan Biologi pada khitah perjuangannya.

Dengan mengusung visi “Terwujudnya Insan Cita HIMADIKBIO Citrus nobilis yang inovatif, visioner dan lestari dengan rasa kekeluargaan dalam suasana ilmiah” ini seolah ingin menegaskan bahwa pasangan NOMOR URUT 2 ini berupaya untuk menerjemahkan apa yang menjadi aspirasi dan kepentingan Mahasiswa Pendidikan Biologi.

Sebagai insan akademis, Mahasiswa Pendidikan Biologi harus tetap menjaga inovasinya guna menyongsong peradaban keilmuannya yang lebih kompleks dimasa yang akan datang. Inovasi yang tercipta tentu harus layak untuk digunakan dimasa yang akan datang, itulah yang dimaksud visioner.

Contoh yang paling dekat dengan suasana Mahasiswa Pendidikan Biologi ialah inovasi mereka dalam menyiapkan, membantu, serta mengaktualisasikan materi-materi kebiologian untuk diterapkan kedalam dunia pendidikan.

Eksistensi HIMADIKBIO Citrus nobilis bukan lagi diukur dari sebarapa banyaknya progam kerja yang dilakukan, akan tetapi harus bersumber dari azas kebermanfaatan HIMADIKBIO Citrus nobilis dalam dunia pendidikan.

Kedepan HIMADIKBIO Citrus nobilis sebagai organisasi mahasiswa berlatar belakang pendidikan biologi harus mampu memberikan kajian-kajian ilmiah, khususnya untuk para pendidik mata pelajaran biologi.

Sebagaimana slogan yang kita miliki yakni, “Salam Lestari, Salam Konservasi” yang sering diucap ulang dalam setiap kegiatan Mahasiswa Biologi diseluruh Indonesia, HIMADIKBIO Citrus nobilis IPI harus mampu menjaga serta menciptakan ulang sistem lestari yang lebih efektif guna menjaga alam sebagai bagian dari tanggungjawab kita bersama.

Tentu harapan dan cita-cita tersebut merupakan tanggungjawab kita semua sebagai Mahasiswa Pendidikan Biologi, oleh karenanya Pasangan NOMOR URUT 2 NADIA-ALEX ini ingin mengajak seluruh keluarga besar HIMADIKBIO Citrus nobilisI untuk berpartisipasi dengan tetap menjaga suasana ilmiah didalam setiap kesempatan.

Menjadi bagian dari Mahasiswa Pendidikan Biologi merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi kita semua untuk tetap berkarya didalam rumah yang sama bersama pasangan Nadia-Alex di HIMADIKBIO Citrus nobilis.

Ekspektasi ataupun harapan yang dimiliki dari Pasangan NOMOR URUT 2 NADIA-ALEX sangat mewakili harapan kita semua yang dituangkan kedalam Misi, yaitu:

1.     1. Menciptakan insan HIMADIKBIO Citrus nobilis yang senantiasa berinovasi dalam konsep gagasan dan aktualisasi program kerja;

2.   2. Menjadi media dan sarana terbai serta wadah kolaboratif guna mewujudkan fungsi HIMADIKBIO Citrus nobilis yang lestari;

3.    3. Menembangkan sistem organisasi yang disiplin dan evaluatif guna membentuk insan HIMADIKBIO Citrus nobilis yang visioner;

4.   4. Mempererat rasa kekeluargaan Mahasiswa Pendidikan Biologi dengan senantiasa megedepankan suasana ilmiah;

Dengan visi dan misi yang dimiliki pasangan no urut 2 Nadia-Alex ini dipastikan akan membawa perubahan HIMADIKBIO Citrus nobilis kearah yang lebih baik.

Keterlibatan seluruh elemen Keluarga Besar Mahasiswa Pendidikan Biologi  IPI Garut pun menjadi energi yang sangat besar untuk ikut serta berkolaborasi dan berkarya bersama.

Mari kita bersama-sama menjadikan HIMADIKBIO Citrus nobilis sebagai RUMAH PERADABAN BERSAMA untuk meningkatkan kualitas, potensi, dan skill kita guna menyongsong pendidikan Biologi yang lebih baik.

Hidup Mahasiswa…

Hidup Raykat Indonesia…

 

Minggu, 18 Agustus 2019

HUMAIRA

Oleh: Yolanda N. Adriyanti

Dia sedang tersenyum ke arahku. Senyuman khas yang selalu menjadi simfoni dan penghias hari. Aroma rumput yang dibasahi embun pagi seakan menambah suasana objek indah ku hari ini. Aku sedang duduk di taman belakang rumah sambil membaca buku "Islam Mazhab Cinta" yang ditulis oleh Mukti Ali. Bola mataku tergerak untuk melihat nya , hingga aku kehilangan fokus pada apa yang kubaca. Saat dia tersenyum spontan bibirku ikut tersenyum , sukmaku bergetar, betapa aku mencintainya. Gejolak hati mulai tak karuan ku obati dengan menyeruput kopi pahit yg ada disamping ku. Ku hirup aroma nya , ku cecap rasa pahitnya, hingga kenikmatan dan ketenangan mulai menjalar keseluruh tubuhku. Beruntung, aku mulai menguasai diriku kembali. Ku letakan buku bacaanku lalu ku ambil buku serta pena untuk mulai menulis. Ya di pagi cerah nan indah ini hatiku tergerak untuk menceritakannya, perempuan sholehah penyemangat hari, perempuan cerdas nan bijaksana, perempuan tangguh nan lembut hatinya, Istriku, Humaira..

Setiap pagi Humaira ku bangun lebih dulu. Dia bergegas ke dapur untuk memasak air, menanak nasi, mencuci piring, dan menyapu area ruang makan,dapur serta teras belakang. Membuka jendela ruang makan yang mengarah ke taman belakang, sehingga aroma segar menyeruak diseluruh ruangan. Setelah semua selesai dia akan kembali ke kamar untuk membangunkanku, dia naik ke kasur dan memeluku erat sambil berbisik "Sayang, Bangun, sebentar lagi adzan shubuh" jika aku masih terlelap dia akan mempererat pelukanya hingga aku sedikit terganggu (aku selalu tertawa mengingat hal itu) , setelah aku membuka mata, dia akan mengusap rambutku ,mengecup keningku sambil berkataaa "selamat pagi sayang!" Sambil tersenyum penuh semangat. Aku memeluknya penuh sayang. 

Usai sholat shubuh berjamaah dan tadarus bersama, aku akan pergi ke teras belakang, duduk untuk membaca buku dan menulis. Pena dan buku adalah hal penting yang selalu aku bawa kemanapun, kecuali ke kamar mandi, hehe. Dan Humairaku, dia sibuk menyiapkan sarapan. Santapan pertama yang selalu dia hidangkan di pagi hari adalah minuman; kopi hitam original, terkadang susu atau teh manis, ditemani juga dengan biskuit, roti, atau gorengan yang dia beli di warung depan. Dia bilang yang penting aku tidak ngoceh kelaparaan karena menunggunya yang sedang memasak. 

Sebelum kita menikah dia pernah bertanya " Kalo sarapan, kamu suka nya makan yang ringan-ringan atau makan berat?" 
Kujawab makan berat, karena kopi, susu, roti, gorengan tidak membuat ku kenyang, dan tidak bisa membuat energiku full. 
Terbukti sejak kita menikah dia tak pernah absen untuk melakukannya, mengusahakan apapun untuk membuatku bahagia. Setelah makanan siap disantap kita makan bersama, mencucinya bersama, lalu kita akan sama-sama duduk diteras belakang, membaca buku , menulis dan berdiskusi tentang buku yang kita baca. 
Pernah suatu hari kondisi keuangan kita sedang kritis, Dirumah hanya tersisa dua bungkus mie instan dan 1 buah telur. Dia mulai memasak tanpa menggerutu, dia tahu jika sisa makanan itu harus cukup hingga malam, bahkan besok pagi, karena baru esok harinya kami baru mendapatkan uang. 
Satu bungkus mie instan dan beras yang masih tersisa ia masak dipagi hari, ia menyuapi ku seperti anak kecil sambil duduk diteras belakang, kami makan sepiring berdua hingga sisa makanan dipiring habis tak tersisa, Kadang aku terharu dan tak kuat menahan tangis saat dia bilang "Sayang, kita pagi ini makan dengan porsi seadanya gapapa ya?" Kulihat wajahnya memerah sedih, ku jawab tentu tidak apa-apa sayang , tapi gapapa juga ya pagi ini makannya di suapin kamu hehe. Dia terhibur dengan ucapanku, sungguh dalam hati aku terisak, tapi apapun yang dijalani degan ikhlas dan bahagia nikmat dan berkah rasanya.

Humaira ku, adalah seorang Dosen Bahasa di salah satu perguruan tinggi ternama di kota ini. Ketika kami sedang bersantai dirumah setelah lelah bekerja, aku bertanya pada nya "Apa kau bahagia istriku?" Dia menatapku dan berkata "Ya, Alhamdulillah sayang" perasaannnya sangat sensitif , air mata nya mulai menetes, dia terharu dan memeluku dari samping. Dia bertanya hal yang sama. Dan aku jawab "Tentu, sayang , aku sangat bahagia memilikimu" 

Aku kembali bertanya pada Humaira "Sayang, apa kelebihanku sehingga kau menetapkan hatimu untuk menerimaku sebagai suamimu, padahal sebelum meminangmu aku belum mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap?"
Dia menangis dan kembali memeluku, dia mulai mengontrol emosinya dan mulai menjawab,
" Sungguh aku melihat sosok tauladan yang baik di dirimu, kamu orang yang tak pernah gengsi melakukan hal apapun selama itu untuk kebaikan, keberanianmu, suara lantangmu dalam menegakan keadilan sungguh menggetarkan jiwa, kamu mau menerima resiko terburuk untuk masuk ke dalam penjara hanya demi memperjuangkan hak manusia lainnya. Orasi dan tanggapan kritismu tiap kali aksi dijalan selalu ku acungi 4 jempol hehe. Aku juga terharu ketika kamu berani berjualan dan menawarkan barang dagangan ke toko-toko, kamu tidak sungkan bertanya ketika kamu benar-benar tidak tahu tanpa merasa takut ditertawakan kerena ketidaktahuan mu, kamu orang yang selalu memotivasiku untuk menjadi seseorang yang anti malas, karena kamu selalu menjadi contoh bagiku, ketika lelah kamu tetap bersemangat melakukan aktifitasmu, tetap membaca buku dan menulis meski terkadang ingin bermalas malasan tanpa melakukan aktifitas yang berat , semanjak itu aku tidak ingin kalah denganmu, aku bisa sama rajinnya dan bahkan lebih rajin dari mu. Selain itu aku suka kejujuran mu dalam mengelola keuangan, kamu orang yang takan pernah tergiur dengan harta, dan lebih suka memilih hidup tenang , damai, meski harta pas pasan dan aku tak pernah keberatan jika harus menjalani hidup seperti itu asalkan denganmu. Aku tidak sedang menggombal yaa sayaaang. Ada hal yang penting lagi kamu adalah orang yang selalu mengerti diksi dibalik puisiku , dan kamu juga panutanku dalam merangkai kata hingga menjadi puisi yang indah. Jujur hingga sekarang aku tak pernah bisa menyaingi bakatmu dalam menulis. I think my explanation is really clear, sir. Terlalu banyak sayaaaaaang. Sudah segitu dulu nanti kalo kepikiran aku kasih tau lagi hehe".

Hahaha aku sampai tak bisa mengungkapakan apapun. Humaira sungguh aku masih ingat momen itu, nada bicaramu, logatmu, eksperesi wajahmu semua nya masih terekam jelas di benakku. Giliran Humaira yang balik bertanya. "Sayang, berbicara soal harta, kamu pernah mendengar bukan godaan yang kerap kali datang dan menguji laki-laki selain harta adalah tahta dan wanita. Apa tanggapanmu soal itu?"
Ah, istriku. Rupanya kau terlalu mendengarkan peribahasa dan lagu-lagu. Sungguh, aku tidak akan menjadi lelaki yang akan tergiur akan hal itu, aku telah bersumpah di hadapan Allah bahwa aku akan menjaga dan menunaikan tanggung jawabku sebagai seorang suami. Perihal harta , tentu aku tidak akan mudah tergiur dengan itu, aku lebih memilih tidak punya uang ketimbang tidak punya iman. Humaira, istriku.. Tentu kau tahu tanpa uang yang banyak pun kita masih bisa hidup bahagia dengan segala kesederhanaan ini. Perihal tahta, kau jangan sesekali menyamakanku dengan manusia yang tidak bertanggung jawab diluar sana , tentu aku tidak akan menyalahgunakan amanah yang diberikan Allah kepadaku, aku tidak akan seperti aktor yang kau lihat di You Tube tempo lalu , dia yang menggunakan jabatan, kekuasaan, serta harta nya untuk menaklukan para gadis, berfoya-foya, sibuk merayu sana-sini, ilmu yang ia miliki digunakan hanya untuk menarik lawan jenis dan eksistensi semata, Na'udzubillah himindzalik. 

Begitupun wanita.. Humairaku , kau tahu banyak wanita cantik diluar sana; Dian sastro, Tatjana Saphira, Raline Shah, dan yang lainnya. Banyak juga wanita yang lekukan tubuhnya aduhai, membuat para laki-laki tak jemu-jemu memandang. Itukah yang aku ingankan sayang?! (Aku mulai sedikit geram) Jawabannya TIDAK! Humaira, aku menginginkan mu , aku mencintai dirimu sebagai dirimu yang apa adanya, aku mencintai kepribadian dan kecerdasanmu, kau yang cantik karena aura di dalam dirimu terpancar sepenuhnya lewat ke shalihanmu. Ku yakin diluar sana tak ada yang mampu sepertimu. Tetap sabar dan penuh kasih sayang merawatku saat aku sakit dan tak punya sepeserpun rupiah. Mungkin wanita diluar sana akan merasa jijik dan memilih meninggalkanku. Tidak untuk dirimu, Humairaku. Kau rela keluar diguyur hujan hanya untuk membelikanku obat. Selalu optimis dan membantuku bangkit saat ku susah dan ingin menyerah. Dan selalu berada disampingku kala susah dan gundah. Humaira, hanya kau sayang.

Dia kembali terisak dipelukanku. "Suamiku, aku sungguh meminta permohonan maaf darimu, aku masih jauh sekali dari yang kau bicarakan. Aku pernah menggerutu saat mengurusmu, hanya kau saja yang tidak tahu. Melihat kesabaran, dan kesholehanmu membuatku sadar bahwa aku harus memnjadi istri yang sholehah yang taat kepadamu, agar kita tetap selaras, senada dan selalu berada pada garis dan tujuan yang sama."

Sudahilah tangismu Humaira, aku sungguh kesal ketika kau menangis. Aku teringat sesuatu untuk menghibur hatinya. Ku beranjak menuju dapur dan kembali duduk disamping Humaira. Aku memintanya untuk memejamkan mata dan menegadahkan kedua tanggannya. Dia menurut saja. " Ah ini besar sekali. Apa ini sayang?." 
Buka saja matamu Humaira. Ketika ia membuka mata dia memeluk hadiah yang aku berikan , setoples biskuit berlumuran coklat. "Sayaaaang,aku menyukainyaaa. Tau begitu sambil menunggumu pulang tadi aku akan makan biskuit ini sambil menonton televisi". Sungguh hal sederhana itu mampu mebuatnya bahagia, ku tahu apapaun yang kuberikan akan selalu disenanginya. Bahkan jika ku beri hadiah segelas air putih pun dia akan menikmatinyaa dan memuji ku setelahnya "sayang, ini kah minuman yang kau bawa dari surga" guraunya. 

Dia mulai mengunyah dan kembali bertanya " Sayang, mengapa kau sabar sekali menghadapi aku yang sering cemburu, dan mudah emosi ketika ada hal yang tidak sesuai dengan rencanaku?."

Humairaku yang menggemaskan, kau tahu Siti Aisyah istri Rasul adalah seorang yang pencemburu. Tapi Rasul selalu menyikapinya dengan sabar dan berkata padanya dengan lembut. Rasulullah adalah suri tauladan yang baik untuk umatnya, sudah sepatutnya aku mengikuti langkah beliau, meskipun harus banyak ego yang ku tekan untuk itu. Maafkan aku Humaira bahkan aku sempat memarahimu saat kau sedang cemburu kepada mahasiswaku. Padahal maksudku tidak lain adalah tak ingin kau berprasangka yang tidak-tidak. 

Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa aku lebih suka memanggilnya Humaira. Sebelum kami menikah aku pernah sekali memuji nya, ku bilang dia sangat cantik. Tapi dia mendelik dan diam. "Bagiku pujian laki-laki kepada perempuan sebelum menikah itu hanya gombal dan rayuan manis belaka, aku tidak percaya." 
Sejak saat itu aku jarang sekali memujinya, aku tidak mau dia mengataiku raja gombal. 
Saat dia telah menjadi separuh jiwaku, aku ingat betul dulu Humaira ku sedang mengupas mangga di taman belakang, duduk tepat dibangku yang sedang ku duduki saat ini. Ku nyatakan perasaan kagumku padanya "Ahh, istriku yang cantik dan sholeha" Dia tersenyum, pipinya memerah, lalu dia menunduk malu. Selalu begitu setiap ku berikan pujian. Senyumnya begitu menawan, pipinya kemerah-merahan. Sejak itu aku lebih suka memanggilnya Humaira. Seperti panggilan Rasulullah pada Siti Aisyah Humairoh atau Humaira. Dia selalu tersenyum tiap kali ku panggil namanya dengan sebutan Humaira...

Empat puluh satu tahun menjalin kasih dibawa bahtera yang sama, bersatu untuk saling membersamai dunia akhirat, sampai kau dan aku menjadi tua renta bersama seperti sekarang.
Pagi ini secerah biasanya Humairaku, meski kita sudah berada diruang dan waktu yang berbeda tapi segala tentangmu selalu hidup di hati dan pikiranku. Gema suara mu seakan masih terdengar jelas, senyum tulus bibirmu masih terekam jelas dibenaku, biasanya setelah minum kopi kita lanjut berdiskusi atau kadang bersenandung juga berpuisi. Kini, kebiasaan itu masih saja kulakukan, aku berbicara sendiri seakan kau masih ada disampingku, mendengarkanku. Aku tersenyum melihat objek indah yang ditangkap mataku, foto mu yang sedang tersenyum tepat kearahku. 

Sepeninggalmu tiga tahun lalu, aku tidak sendirian dirumah ini Humaira, ada Azahra putri pertama kita bersama anak dan suaminya. Rumah kita selalu penuh kehangatan, jika libur panjang tiba Abimana pun selalu datang memboyong keluarga kecilnya untuk berlibur disini, rumah kita. 

Hari ini tepat ulang tahun ku yang ke enam puluh lima, tidak lagi kau yang memberiku puisi cinta sebagai hadiah utama, tapi kali ini izinkan aku menuliskan puisi haru penuh rindu, untukmu.. 

Istriku, Humaira..
Terimakasih telah memberikan bahagia tak berujung..
Terimakasih telah memberiku dua harta yang tak ada bandingannya...
Azahra dan Abimana representasi dari ibu dan ayah yang luar biasa...
Mereka persis miniatur kita saat muda..
Istriku, Humaira
Sesak memenuhi rongga dadaku
Mataku terasa berat
Aku tak tahan dengan rindu yang tak berujung temu..
Istriku, Humaira
Semoga lantunan do'a menjadi selimut hangat tidur panjangmu
Pegang, gapai, dan dekap aku ketika kita kembali bertemu..
Istriku, Humaira
Aku mendamba senyumu, aku mencintaimu, Aku ingin segera bertemu.. 
Pada waktu yang pernah dijalin bersama
Pada waktu yang akan menuai bahagia
Kuharap selalu ada Humaira...

Aku beranjak meninggalkan taman belakang, sedikit berteriak memanggil cucu-cucu dan anak-anakku "Ayo siap-siap, kita ke makam mama eyang hari ini". Sambil melirik wajah cantikmu di bingkai foto itu, cintaku..